Mau aman? Pilih hitam.
Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu
Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu keempat.
Kali ini tema-nya tentang warna
ya? Sebenarnya kalau warna yang paling aku suka itu warna merah jambu. Warna
cewek banget ya? Selain bisa membuat suasana hati lebih ceria warna pink juga
membuat kita berasa lebih muda, fresh, hangat dan cantik.
Tapi, bila bicara warna yang
paling berkesan dan membuat saya lebih merasa aman, tentu saja jawabannya
hitam.
“Hitam aman? Kata
siapa? Analisa dodol dan sama sekali tidak mendasar.Aman dong, bukan aman saja.
Itu kata-ku, menurut hasil analisa-ku dan pengalaman-ku “
Benci hitam dan tak
ingin hitam.
Menjadi hitam siapa sih yang mau? Sebagai seorang wanita
pasti akan sangat membenci warna hitam apalagi memiliki kulit yang hitam, meski
sering ada embel-embel kalimat manis dibelakangnya. Tapi tetep saja nggak
ngaruh. Banyak orang yang rela mengorbankan kantongnya kempes bahkan
kesehatannya hanya karena ingin mendapatkan kulit yang putih. Mulai dari
lotion, sabun, cream, suntik bahkan obat-obatan yang sangat marak hanya untuk
membuang warna hitam dari kulit.
Tapi kalau benci warna hitam, awalnya saya memang iya. Baju,
kaos, tas, sepatu apapun itu saya menghindari warna hitam. Warna hitam akan
membuat kulit saya yang kusam terlihat lebih kusam. Rasanya saya sangat tidak
pantas bila memakai warna gelap dan jadi sangat tidak pede.
Adakah yang setuju dengan saya?
Itu sih dulu. Saat saya masih abege, yang masih ingin
mencuri-curi perhatian dari semua orang. Yang selalu ingin menjadi pusat perhatian dimanapun berada. Jadi bagaimana
bisa menjadi pusat perhatian bila penampilan justru kusam.
Seiring waktu, dimana yang mengharuskan saya bepergian
kemana-mana sendirian saya malah menyukai semua yang serba hitam. Head to toe.
Mulai dari jilbab hitam, gamis hitam, tas serta sepatu yang hitam. Tapi tentu
saja nggak memakai make-up warna hitam. Untuk make up saya lebih memilih polos, cukup memakai pelembab serta
lipgloss tanpa warna.
Memakai semua yang serba hitam memang menyenangkan. Selain
berasa aman karena tak ada satu orangpun yang memperhatikan. Saya juga merasa
bebas dari laki-laki yang biasa iseng meskipun hanya dengan mengucapkan salam
“Assalamualaykum” yang sebenarnya mungkin hanya basa-basi saja.
Tapi ada satu kejadian yang membuat saya agak merasa il-fell
waktu saya baru saja pindah ke Grogot. Satu kota kecil di salah satu kabupaten
Paser-kalimantan timur. Karena kebiasaan saya pulang pergi ke Grogot-Balikpapan
sendirian jadilah saya terbiasa memakai baju hitam-hitam gitu. Tanpa sadar
beberapa tetangga yang melihat jadi merasa “aneh”.
Sampai satu waktu pada saat saya belanja di tukang sayur
keliling ada ibu-ibu yang menanyai saya.
“Mbak ini agamanya islam apa sih?” tanyanya sembari beberapa
ibu-ibu yang lain ikut mendengarkan. Beneran deh saat itu suasananya menjadi
sangat tidak enak.
Nah lho harus menjawab apa? Padahal pada saat belanja itu
saya memakai gamis warna pink serta jilbab warna merah marun. Perpaduan yang
cantik tapi kenapa ya masih dipandang sebelah mata? memang sih zaman dulu belum
banyak jilbaber seperti sekarang. Tapi nggak segitunya juga kali, memangnya ada
berapa sih agama islam?
Tapi syukurlah seiring waktu yang berlalu semua berjalan
baik-baik saja. Pakaian serba hitam yang sesekali aku pakai itu tidak menjadi
penghalang malah merasa aman.