Friday 19 April 2013

Soto banjar dari sensasi sampai jatuh hati.


Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu kedua.

Tinggal di bumi borneo, tepatnya di Kalimantan timur sejenak membuat saya bertanya-tanya. Apa sih sebenarnya makanan khas dari kalimantan timur? Jawabannya Tidak ada.
Hah kog tidak ada? Duh jangan kaget gitu dong, saya sendiri  juga heran kog. Hampir lima tahun berada disini jujur saya tidak menemukan sesuatu yang khas Kaltim banget. Mungkin karena disini banyak warga pendatang, jadi selera kulinernya juga beraneka rasa.
Mulai dari kuliner jawa yang menjadi primadona, disusul dengan padang, masakan Banjar (kalimantan selatan) sampai  sulawesi dengan menu andalan Coto makasar, sop konro dan es palu butung.
Oh ya meskipun menu masakan Banjar bukanlah makanan khas kalimantan timur, tetapi menu masakan banjar benar-benar menjadi favorite bagi saya. Terlebih kalau sudah bicara soto banjar atau soto kuin. Air liur saya rasanya tak berhenti menetes  dan sensasinya itu benar-benar menggoda.
Dari soto sampai sensasi? Bagaimana bisa?
Tentu saja bisa. Sekedar info, untuk prosesi jatuh cintanya saya pada soto banjar aka soto kuin tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Soto mah dimana-mana sama saja. Pun yang membedakan pasti hanya menggunakan ayam kampung ataupun ayam negeri. Atau makannya memakai nasi, lontong atau ketupat. Dan dari hasil indra perasa saya, saya merasakan soto banjar itu biasa saja. Memang sih lebih segar karena menggunakan air kaldu ayam kampung. 
Jadi ceritanya saya diajak berlibur ke Banjarmasin. Kebetulan ibu mertua saya adalah orang Banjar asli. Dan menurut kepercayaan ibu mertua saya, belum afdol rasanya ke Banjar kog belum pergi ke pasar Terapungnya  di daerah Kuin.  Jadilah saya bersama rombongan keluarga besar subuh-subuh sudah sibuk siap-siap. Soalnya, selepas subuh pasar kuin akan bubar, jadi bohong aja kalau iklan di tivi yang rame pada siang hari begitu.
Setelah sampai di pelabuhan jujur saya bingung. Lho mana pasarnya? Kog sepi sekali. Jangan-jangan salah jadwal ya? Terlalu pagi atau malah sudah bubar?  Seribu satu pertanyaan berkecamuk dalam hati saya. Untunglah tak berapa lama kami berada disitu datang bapak-bapak yang menyewakan perahu kecil nya. Tapi whoa mahal banget, bapak itu menyewakan kapalnya tiga ratus ribu rupiah, diluar perkiraan saya. Saya kira dihitung per-orang seperti kalau kita naik speed boat atau kapal klotok.
Tapi mau mundur tanggung, sudah sampai sini mending maju ajalah. Sekali-kali juga, bujuk hati kecil saya. Hems, ternyata dari arah pelabuhan ke pasar terapungnya itu lumayan jauh. Pantas juga dibandrol harga segitu. Nggak rugi deh, banyak hikmah perjalanan pagi itu.
Hikmahnya saya benar-benar bersyukur diberi kehidupan yang lebih layak oleh Allah. Entahlah, apakah saya bisa sekuat mereka andai saya harus bekerja sekeras mereka. Saya memiliki kedua orang tua yang tak perlu merasakan susah payahnya berdagang di tengah dinginnya udara pagi serta harus mendayung kapal melawan derasnya arus sungai.
Sungguh miris rasanya melihat para pedagang yang sudah renta itu dengan gesitnya mengayuh sampan mereka. Berjualan hasil kebun dll. Tetapi kalau bicara harga, harganya tidaklah selisih banyak dengan yang di darat.  Oh ya disini masih berlaku sistem barter lho. Saya melihat ada nenek yang membarter hasil kebun mereka, pisang, rambutan, juga sayur-sayuran dengan kebutuhan dapur seperti minyak makan, garam, dll. Yang menjual kebutuhan dapur atau toko kelontongan ini menggunakan kapal besar lho, mungkin mini marketnya pasar terapung ya?
 

 
Puas melihat-lihat aktivitas serta membeli beberapa tumpuk buah kami lalu diajak oleh supir kapalnya menuju ke hilir. Tentu saja tujuannya ke kapal yang menjual soto banjar asli kuin.
Dan kali ini saya benar-benar dibuat jatuh cinta oleh rasanya yang menurut lidah saya luar biasa nikmatnya. Maknyus banget, kalau disuruh memberi nilai saya pasti memberi angka 9 dari level 10. Oh ya, yang membuat saya jatuh cinta tentu saja rasa kuah nya yang nikmat banget berpadu dengan perut saya yang tiba-tiba keroncongan.


Sekedar info yang membedakan soto banjar asli atau bukan.
-          Rasa, bisa dong membedakan kuah ayam kampung dengan kuah ayam negeri?
-          Menggunakan irisan tipis telur bebek.
-          Menggunakan suwiran ayam kampung.
-          Ketupatnya di iris tipis, sementara soto lain pasti lontongnya diiris besar-besar.
-          Menggunakan media piring, bukan mangkok.

5 comments:

  1. Kaltim-nya dimana Mba? saya di Paser. Salam kenal ya, silakan berkunjung ke Tanah Grogot, http://aisyah0107.wordpress.com/2013/04/17/75/
    hehehe, memang benar sepertinya di Kaltim nggak ada masakan khasnya, karena banyaknya suku pendatang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aisyah, nama kita samaan yah :) iyaa kaltim bingung makanan khasnya apa yah.. he he.

      Grogotnya dimana, pernah tinggal disana setahunan lebih, lho.

      Delete
  2. Jadi pengen coba soto banjar asli buatan orang Kaltim.hehhe. Untung di Makassar ada juga yang mendekati soto banjar aslinya.hehhehe. Salam dari Sulawesi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Shaela, justru aku suka banget coto makasar juga sop konro :)waalaykumusallam shaela

      Delete
  3. subhanallah, sebenernya sampan dan pasar sebelum subuh bisa menjadi daya tarik tersendiri. Kalau, pemerintahnya lebih peduli.. kan jadi tempat wisata, keren tuh!

    ReplyDelete