Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu
Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu kedua.
Tinggal di bumi borneo, tepatnya
di Kalimantan timur sejenak membuat saya bertanya-tanya. Apa sih sebenarnya
makanan khas dari kalimantan timur? Jawabannya Tidak ada.
Hah kog tidak ada? Duh jangan
kaget gitu dong, saya sendiri juga heran
kog. Hampir lima tahun berada disini jujur saya tidak menemukan sesuatu yang
khas Kaltim banget. Mungkin karena disini banyak warga pendatang, jadi selera
kulinernya juga beraneka rasa.
Mulai dari kuliner jawa yang
menjadi primadona, disusul dengan padang, masakan Banjar (kalimantan selatan)
sampai sulawesi dengan menu andalan Coto
makasar, sop konro dan es palu butung.
Oh ya meskipun menu masakan Banjar
bukanlah makanan khas kalimantan timur, tetapi menu masakan banjar benar-benar
menjadi favorite bagi saya. Terlebih kalau sudah bicara soto banjar atau soto
kuin. Air liur saya rasanya tak berhenti menetes dan sensasinya itu benar-benar menggoda.
Dari soto sampai sensasi?
Bagaimana bisa?
Tentu saja bisa. Sekedar info, untuk
prosesi jatuh cintanya saya pada soto banjar aka soto kuin tidaklah semudah
membalikan telapak tangan. Soto mah dimana-mana sama saja. Pun yang membedakan
pasti hanya menggunakan ayam kampung ataupun ayam negeri. Atau makannya memakai
nasi, lontong atau ketupat. Dan dari hasil indra perasa saya, saya merasakan
soto banjar itu biasa saja. Memang sih lebih segar karena menggunakan air kaldu
ayam kampung.
Jadi ceritanya saya diajak
berlibur ke Banjarmasin. Kebetulan ibu mertua saya adalah orang Banjar asli.
Dan menurut kepercayaan ibu mertua saya, belum afdol rasanya ke Banjar kog
belum pergi ke pasar Terapungnya di
daerah Kuin. Jadilah saya bersama
rombongan keluarga besar subuh-subuh sudah sibuk siap-siap. Soalnya, selepas
subuh pasar kuin akan bubar, jadi bohong aja kalau iklan di tivi yang rame pada
siang hari begitu.
Setelah sampai di pelabuhan jujur
saya bingung. Lho mana pasarnya? Kog sepi sekali. Jangan-jangan salah jadwal
ya? Terlalu pagi atau malah sudah bubar?
Seribu satu pertanyaan berkecamuk dalam hati saya. Untunglah tak berapa
lama kami berada disitu datang bapak-bapak yang menyewakan perahu kecil nya. Tapi
whoa mahal banget, bapak itu menyewakan kapalnya tiga ratus ribu rupiah, diluar
perkiraan saya. Saya kira dihitung per-orang seperti kalau kita naik speed boat
atau kapal klotok.
Tapi mau mundur tanggung, sudah
sampai sini mending maju ajalah. Sekali-kali juga, bujuk hati kecil saya. Hems,
ternyata dari arah pelabuhan ke pasar terapungnya itu lumayan jauh. Pantas juga
dibandrol harga segitu. Nggak rugi deh, banyak hikmah perjalanan pagi itu.
Hikmahnya saya benar-benar
bersyukur diberi kehidupan yang lebih layak oleh Allah. Entahlah, apakah saya
bisa sekuat mereka andai saya harus bekerja sekeras mereka. Saya memiliki kedua
orang tua yang tak perlu merasakan susah payahnya berdagang di tengah dinginnya
udara pagi serta harus mendayung kapal melawan derasnya arus sungai.
Sungguh miris rasanya melihat
para pedagang yang sudah renta itu dengan gesitnya mengayuh sampan mereka. Berjualan
hasil kebun dll. Tetapi kalau bicara harga, harganya tidaklah selisih banyak
dengan yang di darat. Oh ya disini masih
berlaku sistem barter lho. Saya melihat ada nenek yang membarter hasil kebun
mereka, pisang, rambutan, juga sayur-sayuran dengan kebutuhan dapur seperti
minyak makan, garam, dll. Yang menjual kebutuhan dapur atau toko kelontongan
ini menggunakan kapal besar lho, mungkin mini marketnya pasar terapung ya?
Puas melihat-lihat aktivitas
serta membeli beberapa tumpuk buah kami lalu diajak oleh supir kapalnya menuju ke
hilir. Tentu saja tujuannya ke kapal yang menjual soto banjar asli kuin.
Dan kali ini saya benar-benar
dibuat jatuh cinta oleh rasanya yang menurut lidah saya luar biasa nikmatnya. Maknyus
banget, kalau disuruh memberi nilai saya pasti memberi angka 9 dari level 10. Oh
ya, yang membuat saya jatuh cinta tentu saja rasa kuah nya yang nikmat banget
berpadu dengan perut saya yang tiba-tiba keroncongan.
Sekedar info yang membedakan soto
banjar asli atau bukan.
-
Rasa, bisa dong membedakan kuah ayam kampung
dengan kuah ayam negeri?
-
Menggunakan irisan tipis telur bebek.
-
Menggunakan suwiran ayam kampung.
-
Ketupatnya di iris tipis, sementara soto lain
pasti lontongnya diiris besar-besar.
-
Menggunakan media piring, bukan mangkok.
Kaltim-nya dimana Mba? saya di Paser. Salam kenal ya, silakan berkunjung ke Tanah Grogot, http://aisyah0107.wordpress.com/2013/04/17/75/
ReplyDeletehehehe, memang benar sepertinya di Kaltim nggak ada masakan khasnya, karena banyaknya suku pendatang.
Aisyah, nama kita samaan yah :) iyaa kaltim bingung makanan khasnya apa yah.. he he.
DeleteGrogotnya dimana, pernah tinggal disana setahunan lebih, lho.
Jadi pengen coba soto banjar asli buatan orang Kaltim.hehhe. Untung di Makassar ada juga yang mendekati soto banjar aslinya.hehhehe. Salam dari Sulawesi
ReplyDeleteShaela, justru aku suka banget coto makasar juga sop konro :)waalaykumusallam shaela
Deletesubhanallah, sebenernya sampan dan pasar sebelum subuh bisa menjadi daya tarik tersendiri. Kalau, pemerintahnya lebih peduli.. kan jadi tempat wisata, keren tuh!
ReplyDelete